MAKALAH
FAKTOR
PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN DAKWAH
Di Susun
O
L
E
H
RAMADHAN
12.4.10.0412
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN) PALU
TAHUN AKADEMIK
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya
dakwah adalah tugas yang amat mulia. Tugas warisan para Nabi dan Rasul. Allah
Swt. menegaskan bahwa tidak ada perkataan yang lebih baik dari pada menyeru ke
jalan Allah Swt.
Allah berfirman :
“Siapakah yang lebih
baik perkataannya dari pada orang yang berdakwah kepada Allah, mengerjakan amal
shalih dan berkata : sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri” (QS. Fushillat : 33).
Orientasi
dakwah para rasul adalah taqwa. Setiap rasul mengajak kaumnya agar bertaqwa.
Dakwah menuju ketaqwaan tentu saja akan mendapatkan sambutan, baik dari orang
orang yang menjaga kesucian fitrahnya dan yang menghormati akalnya. Tapi jangan
lupa, sebanyak-banyaknya orang yang menyambut dakwah
kepada ketaqwaan lebih banyak lagi yang menentangnya. Orang-orang yang menentang dakwah akan
berusaha terus menerus untuk mengagalkannya dengan segala macam cara, baik
dengan cara yang halus maupun cara yang kasar. Baik dengan bujukan, rayuan,
iming-iming, dan segala macam kesenangan
duniawi lainnya, maupun dengan ancaman, tekanan, siksaan dan tindakan kekerasan
lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Faktor
Pendukung Kegiatan Dakwah?
2. Faktor
Penghambat Kegiatan Dakwah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KEGIATAN
DAKWAH
Menurut Cahyadi
Kurniawan dalam bukunya mengatakan bahwa jalan dakwah adalah jalan yang amat
panjang dan tak terkira kesulitannya. Sebab itu, para Da’i yang akan melintasi
jalan ini harus mempersiapkan segalanya secara proporsional. Dan tak bisa
dipungkiri pula, persiapan-persiapan tersebut diperlukan oleh seorang Da’i dengan
bersifat madal hayah, yang berarti
seumur hidup. Sebab kewajiban berdakwah berlaku selama itu pula. Tarbiyah
Islamiyah merupakan salah satu kata kunci dalam upaya persiapan dakwah. Gerakan
dakwah tak bias dilepaskan dari upaya pembinaan yang continue.
Adapun
persiapan/faktor diri dari seorang Da’i meliputi lima cakupan, yaitu :
1. Persiapan Ruhiyah(Spiritual)
Aqidah merupakan
pondasi kehidupan mukmin. Takaran kekuatan ruhiyah seseorang ditentukan oleh
tancapan aqidah yang melekat dihatinya. Bisa kita pahami, jika tarbiyah
generasi awal Islam bermula dari penanaman aqidah dalam hati. Ini merupakan
rahasia kekuatan Islam, pada saat iman mulai tumbuh dan berkembang dalam
pribadi mukmin, detik itu pula muncul sosok jiwa yang siap mati dijalan Allah
Swt. Rasulullah Saw menyiapkan generasi awal Islam lewat tarbiyah ruhiyah yang
mantap. Turunnya surah al-muzammil pada awal periode Mekkah mengisyaratkan betapa
kuatnya persiapan tarbiyah ruhiyah pada saat itu. Setelah mengokohkan aqidah,
proses pembersihan jiwa berjalan efektif. Disinilah rahasia tarbiyah ruhiyah
fase Mekkah, ebagaimana dalam surah al-muzammil ayat 1-4 yang artinya :
Hai orang-orang yang berselimut! Bangunlah
(untuk shalat) dimalam hari, kecuali sedikit darinya.
Jika kita perhatikan ayat diatas, tampak ada beberapa
tonggak dalam upaya mempersiapkan kekuatan ruhiyah seorang Da’i, yakni :
a. Qiyamullail
Banyak keterangan yang menyebutkan
keutamaan shalat malam akan makin menyadarkan kita bahwa aktivitas ini memiliki
peranan yang penting dalam kehidupan seorang Da’i. Ciri orang yang bertaqwa
dikaitkan dengan sedikitnya tidur diwaktu malam, sebab ibadah malam telah
dijadikan bagian dari hidupnya.
“Mereka
sedikit tidur diwaktu malam, dan diakhi rmalam mereka memohon ampun (kepada
Allah)” (QS. Adz-Dzariyat : 17-18).
Waktu malam
dipilih oleh Allah karena disaat itu hati menjadi khusyuk, merasakan kelemahan
di hadapan sang Khaliq. Pada waktu itu kebanyakan orang tertidur pulas,
disitulah manusia merasakan kesendirian berbincang dengan penguasa alam
semesta, lewat sujud-sujud panjang
dan do’a-do’a yang dipanjatkan dari kedalaman hati seorang hamba yang lemah.
b. Tilawah
Qur’an
Generasi awal
memberikan keteladanan yang sempurna dalam berhadapan dengan Al-Qur’an. Ketika kita membaca Al-Qur’an maka kita akan merasa lebih
dekat dengan Allah, demikian selayaknya para Da’i dalam membenahi
kepribadiannya berdasarkan Al-Qur’an. Dirinya diterangi cahaya Al-Qur’an,
sehingga ia dapat menerangi dunia, dengan kepribadiannya yang agung.
c. Dzikrullah
Dzikrullah
ternyata merupakan metode ruhiyah yang paling mengena. Karena kemenangan
perjuangan Da’I ditentukan oleh factor dzikir sehingga senantiasa bibir para
Da’i basah dengan dzikir, dalam setiap aktivitas kehidupan, dalam rangka
mencapai sukses perjuangan. Pengaruh dzikrullah adalah ketentraman hati. Para
Da’i yang senantiasa berdzikir kepada Allah Swt. tak akan sekali-kali mearasa cemas dan khawatir, senantiasa tenang dalam kondisi
apapun. Sebaliknya orang yang tak pernah berdzikir, hatinya akan
semakin mengeras seperti mayat, sebab ruhiyahnya telah mati. Dengan demikian,
bagi para Da’i dzikir merupakan keharusan untuk kematangan pribadinya,
sekaligus meraih sukses dalam medan dakwah.
2. Persiapan
Karakter
Da’i harus
memiliki karakter yang kuat dan jelas. Mereka adalah panutan umat. Setiap
gerakan langkah, tutur kata, perilaku dan kehidupan kesehariannya senantiasa
diperhatikan oleh umat. Secara umum, persiapan karakterbagi diri dilakukan
dengan proses tarbiyah islamiyah yang kontinue. Ada beberapa tujuan pokok dalam
proses tarbiyah ini, yaitu :
a. Membentuk
konsep islam secara gambling.
Maksudnya adalah
seorang Da’i harus memiliki penggambaran islam yang shahih (valid) dan
menyeluruh. Dengan begitu nilai islam akan tersampaikan secara jelas dan
membuat umat memiliki penggambaran yang benar pula tentang Islam.
b. Membentuk
kpribadian Islam
Kepribadian
Islam merupakan penampakan luar seorang muslim. Maka kepribadian Islam ini
hanya akan ditemukan dalam sosok kepribadian yang diantaranya : kpribadian yang
bersih aqidahnya, benar dalam ibadah, agung dalam akhlak, kuat fisiknya, cerdas
akalnya dan berfanfaat bagi umat.
c. Menciptakan
kebersamaan
Termasuk dalam
upaya persiapan adalah perlunya mewujudkan suasana kebersamaan. Bagaimanapun,
dakwah dalam sebuah sistem amal jama’i lebih efektif dibandingkan dengan dakwah
fardiyah, yang dilakukan perorangan tanpa terkoordinasi dengan baik. Karena
bagaimanapun beban dakwah fardiyah itu lebih berat dibandingkan dengan amal
jama’i, maka disinilah pentingnya kebersamaan dalam menjalankan amanah dakwah.
3. Persiapan
Tsaqofah (Intelektual)
Tidak cukup
hanya persiapan ruhiyah dan karakter, para Da’i semestinya juga mempersiapkan
diri dalam hal intelektualitas. Banyak hal yang harus diketahui para Da’i,
mengingat kemajuan di bidang sains dan teknologi yang sedemikian pesatnya.
Sosok Da’i bukanlah orang yang terbelakang dalam ilmu pengetahuan modern dan
teknologi serta perkembangan politik internasional. Namun, bukan berarti
seorang Da’i harus menghabiskan waktu untuk menekuni perkembangan sains dan
teknologi. Yang pling penting adalah menempatkan keilmuan yang dibutuhkan
secara proporsional.
Bagi setiap Da’i
yang memiliki tugas untuk melakukan dakwah, memang memerlukan kecerdasan dan
pemahaman akan ilmu-ilmu, baik
qauliyah maupun kauniyah. Tanpa itu, tentu akan mendapatkan kesulitan dalam
meyakinkan orang lain, bahkan dakwah yang disampaikan kehilangan kualitas.
Minimal
ada tiga macam keilmuan yang diperlukan Da’i untuk dirinya sendiri dan orang
lain dalam dakwahnya :
a.
Pengetahuan Islam
secara lengkap
b.
Pengetahuan modern
c.
Pengetahuan keahlian
4. Persiapan
Jasadiyah
Persiapan
jasadiyah ini ternyata merupakan bagian integral dari keseluruhan persiapan
yang mesti dilakukan oleh para Da’i. Akan menjadi kendala dakwah, mana kala
para Da’i lemah fisik sehingga sering terserang penyakit, baik ringan maupun
kronis. Bagi setiap Da’i hendaknya melakukan penjagaan kesehatan yang teratur.
Hal ini bias dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang halal dan thayib,
menjauhkan diri dari semua makanan yang merusak badan. Dan hendaknya juga rajin
melakukan olahraga. Dengan demikian, beberapa persiapan tersebut dilakukan oleh
para Da’i secara terus-menerus,
untuk menjaga orisinalitas dakwah Islam.
5. Persiapan
Maliyah (Materi)
Materi
bukanlah segalanya akan tetapi ia merupakan hal yang diperlukan bagi
kelangsungan dakwah, baik dalam skala individual maupun kolektif. Setiap
langkah dakwah pasti membutuhkan materi, baik berupa uang yang terlihat,
ataupun berbentuk perbekalan yang tak terlihat secara langsung. Contohnya,
seorang Da’i yang bertugas dalam dakwah ditengah masyarakat membutukan sarana
transportasi yang berarti memerlukan bahan bakar dan biaya perawatan lainnya.
Berbagai sarana penunjang kebaikan Da’i dan dakwah juga berhubungan langsung
dengan materi (uang). Ketika Da’i memerlukan tambahan informasi dan pengetahuan
setiap harinya, maka ia perlu mengakses berita lewat media massa, baik lewat
radio, Koran harian, tabloid, televisi dan internet. Keseluruhannya memerlukan
dana dan pengadaan dan perawatan untuk memperlancar komunikasi. Da’I memerlukan
telepon genggam (hp) yang sudah pasti memerlukan dana rutin. Pendek kata,
materi tidak dapat dipungkiri merupakan kebutuhan bagi kelangsungan dan
kelancaran dakwah.
B.
FAKTOR-FAKTOR
PENGHAMBAT DAKWAH
1. Problematika
Internal Aktivis Dakwah
Pembahasan
problematika internal lebih didahulukan dari pada pembahasan problematika
eksternal karena problem terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala
internal. Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola dengan baik,
maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan dan problematika eksternal lebih
mudah diselesaikan. Problematika internal yang sering dijumpai dalam jamaah
dakwah, diantaranya :
a. Gejolak
kejiwaan
Gejolak
kejiwaan sebenarnya merupakan persoalan yang dimiliki oleh semua manusia biasa.
Gejolak ini tidak bisa dimatikan sama sekali, tetapi perlu dikelola dengan baik
agar tidak merugikan dakwah dan aktivis dakwah.
Diantara
gejolak kejiwaan itu adalah :
1) Gejolak
Syahwat. Banyak orang yang terpeleset oleh gejolak ketertarikan pada lawan
jenis ini. Bagi mereka yang belum menikah, gejolak ini biasanya lebih besar dan
lebih berpeluang menggoda.
2) Gejolak
Amarah. Seperti kisah Khalid saat menghadapi Jahdam dan pemuka Bani Jazimah,
gejolak amarah ini bisa berakibat fatal termasuk bagi citra dakwah. Hubungan
antar aktivis dakwah dan terjadinya fitnah diantara kaum muslimin.
3) Gejolak
Heroisme. Semangat heroism memang bagus dan sangat perlu. Tetapi ketika sudah
tidak proporsional, ia akan mendatangkan sikap ekstrem yang berbahaya bagi
kemaslahatan dakwah dan umat. Kasus pembunuhan terhadap Nuhaik yang dilakukan
Usamah bin Zaidadalah contohnya.
4) Gejolak
Kecemburuan. Seperti kecemburuan Anshar pada para muallaf yang mendapatkan
hamper semua ghanimah perang Hunain, sikap ini bisa berefek pada melemahnya
solidalitas internal jamaah. Meskipun ysng dicemburui oleh Anshar sebenarnya
adalah perhatian Rasulullah bukan materi Ghanimahnya, gejolak ini segera
diselesaikan Rasulullah karena jika dibiarkan bisa berdampak negative.
b. Ketidakseimbangan
aktivitas
Ketidakseimbangan
aktivitas juga dapat menimbulkan problematika tersendiri. Ketidakseimbangan
antara aktivitas ruhiyah dengan lapangan, ketidakseimbangan antara dakwah
didalam dan luar rumah tangga, ketidakseimbangan antara aktivitas pribadi
dengan organisasi, ketidakseimbangan antara amal tarbawi dengan amal siyasi, ketidakseimbangan
antara perhatian aspek kualitas dengan kuantitas SDM, semua bisa berakibat
negatif. Tawazum atau keseimbangan merupakan asas kehidupan, juga harus
dipraktekkan dalam kehidupan berjamaah dan oleh semua aktivis dakwah.
c. Latar
belakang dan masa lalu
Latar belakang
dan masa lalu aktivis dakwah yang buruk bisa pula menjadi problematika internal
dakwah jika tidak dilakukan langkah-langkah
solutif. Latar belakang keagamaan keluarga, misalnya. Ia bisa berbentuk
lemahnya intelektualitas Islam, tekanan keluarga yang menentang aktivis dakwah,
dan kerancuan dalam orientasi kehidupan. Sedangkan masa lalu yang jahiliyah
bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kredibiitas sang aktivis
dakwah. Solusi atas problem ini terangkum dalam kata mujahadah. Bagaimana
seorang aktivis melakukan muhasabah, menyadari kelemahannya dan melakukan
perbaikan diri. Masa lalu memang tidak bisa diubah, tetapi pengaruhnya bisa
dikendalikan.
d. Penyesuaian
diri
Yakni
penyesuaian diri terhadap karakteristik pendekatan dan sikap dakwah yang
melekat pada masing-masing marhalah
dan orbit dakwah. Sebagaimana corak dakwah yang berbeda antara fase Makkiyah
dan Madaniyah, bahkan Masasiriyah dan Jahriyah pada fase Mekkah yang juga
berbeda, dakwah masa kini juga mengalami hal yang sama ada tahap-tahapnya.
Antara mihwar thanzimi yang berkonsentrasi pada konsolidasi internal dan mihwar
muassasi yang konsen pada perjuangan politik membuat beberapa kader dakwah
tidak mampu menyesuaian diri. Hambatannya bisa karena sifat kelambanan
kemanusiaan, kecenderungan jiwa, keterbatasan dan perbedaan tsaqafah, sampai
keterbatasan kapasitas. Untuk mengatasi problem ini dibutuhkan peran kelembagaan
dakwah. Jamaah dakwah perlu melakukan persiapan perubahan fase dakwah,
mensosialisasikan cara pandang yang disepakati tentang batas-batas pengembangan dakwah sehingga
jelas mana yang termasuk pengembangan (tathwir) dan mana yang termasuk
penyimpangan (inhiraf). Jamaah dakwah juga harus mendefinisikan mana yang
sholah dan tsawabit, serta mana yang mutaghayyirat.
e. Friksi
internal
Friksi ini bisa timbul dari
lingkungan yang kecil seperti intern sebuah lembaga dakwah, atau antar lembaga,
atau personal pendukung dakwah. Banyak gerakan yang harus tutup usia dan kini
tinggal nama karena problematika ini. Friksi dalam sejarah dakwah memberi
beberapa pelajaran penting bagi kita, bahwa friksi merupakan indikasi kelemahan
proses tarbiyah, friksi menandakan adanya kelemahan dalam penjagaan diri para
aktivis dakwah, restrukturiasi dakwah tepat dilakukan terhadap orang-orang yang telah memahami karakter dakwah itu sendiri. Friksi juga
bukti keberadaan ego manusia, penumbuhan al-wa’yul
Islami (kesadaran berislam) dan al-wa’yu
ad-da’awi (kesadaran dakwah) lebih
utama dibandingkan sekedar meletupkan hamasah (semangat) bergerak, dan sangat
mungkin friksi timbul karena hadirnya pihak ketiga yang sengaja memecah jamaah.
2. Problematika
Eksternal Dakwah
Problematika
eksternal dakwah yang bisa menjadi bahaya besar bagi kebaikan bangsa dan
masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam meliputi problematika spiritual dan
cultural, problematika moral, dan problematika sistemik.
Di
antara problematika dakwah di Indonesia yang menyangkut aspek spiritual dan
cultural adalah : berhala-berhala modern
baik berupa teknologi yang dijadikan rujukan kebenaran, sains yang diabsolutkan,
materi yang ditaati, maupun kekuasaan yang dipuja-puja, syirik, khurafat, dan tahayul yang masih merebak di
masyarakat, globalisasi dan dialektika cultural, serta tradisi baik yang telah
tergerus dan tergantikan dengan budaya negatif efek perkembangan peradaban.
Problematika
moral diantaranya adalah minuman keras dan penyalahgunaan obat-obatan, penyelewengan seksual, perjudian dan penipuan serta
tindakan brutal dan kekerasan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan problematika
sistemik adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kemiskinan, kebodohan, dan
ancaman disintegrasi bangsa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Orientasi dakwah pada Rasul adalah taqwa. Setiap Rasul mengajak
kaumnya agar bertaqwa. Dakwah menuju ketaqwaan tentu saja akan mendapatkan sambutan, baik dari orang-orang yang menjaga kesucian fitrahnya dan yang menghormati akalnya.
Api jangan lupa, sebanyak-banyaknya
orang yang menyambut dakwah kepada ketaqwaan lebih banyak lagi yang menentangnya.
Adapun
faktor pendukug kegiatan dakwah diantaranya :
persiapan
ruhiyah(spiritual), persiapan karakter, persiapan
tsaqofah (intelektual), persiapan jasadiyah, dan persiapan maliyah (Materi).
Sedangkan faktor penghambat kegiatan dibagi menjadi dua yaitu : problematika
internal aktivis dakwah dan problematika eksternal dakwah.
B.
Saran
Demikian pembahasan dari makalah kami.Kami berharap semoga
pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca.Dan
kami pun berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam
tugas kami selanjutnya.Sekian dan terima kasih
0 komentar:
Posting Komentar